Rindu Jadi Berlumpur

Edu Indonesia
0
BY: FEBRYANI ZUVITA
KELAS: XI IPA 4

Hidup seperti putaran waktu yang terus berdetak maju. Tiap yang telah terlewati tak bisa kembali lagi. Hanya ingin memperbaiki dan menghapus yang tidak harus dilanjutkan. Hidup akan terus berjalan hingga jantung berhenti berdetak. Dengan jalan hidup, tawa, sedih, kecewa, dan berfikir.                     
  Ahh… pikiranku selalu melayang. Buku yang ku buka ternyata tidak bisa mengalihkan perhatianku. Pandangan mataku beralih pada kaca jendela kamar yang basah tersiram hujan. Di balik jendela terlihat mereka yang bercanda tawa di bawah hujan. Mereka berkecipak-kecipak dengan riangnya. Ayo Rani, hati kecilku mencoba menghibur. Tapi tak dapat di ungkiri aku sangat rindu dengan sahabat-sahabatku. Aku iri dengan mereka yang mengingatkan pada sahabatku. Karena di SMA ini, kami semua beda sekolah yang menyibukkan kami pada tugas sekolah masing-masing.
                            
Kakiku melangkah ke meja belajar dan mengambil ponselku. Mungkin dengan lagu kenangan ini hatiku bisa sedikit terhibur, itu yang ada dalam benakku. Rasanya seperti membohongi diri sendiri, ini memang tak dapat menghibur hatiku. Sebentar lagi kan liburan semester, mungkin kami dapat ngumpul di telaga yang kami rahasiakan tempatnya.
                           
Sangat kebetulan pesan singkat dari para sahabatku masuk. Mereka mengajakku ngumpul saat liburan semester. Dengan senang hati aku menerima ajakan mereka. Seminggu berlalu, ujian sekolah telah dilewati. Hari ini Sabtu dan besok kami akan ngumpul di telaga. Hatiku senang dan tak sabar nunggu mentari esok. Saking senangnya aku melempar ponselku dan tepat jatuh di atas lantai. Ponselku hancur dan kartunya pun patah.       
      
Seketika itu, mama membuka pintu kamar dengan mata berkaca-kaca. Jantungku berdetak cepat, karena merasa bersalah tapi mama malah memelukku dan menyuruhku menyiapin pakaian. Aku bingung dan bimbang, jari-jari tanganku gemetar. Ku ambil koper di atas lemari dan ku masukkan pakaianku.

Beberapa menit kemudian papaku pulang dari tempat kerjanya, dengan segera papa mengangkat koper-koper dan memasukkannya ke jok mobil bibiku yang udah ada di depan rumah.
                     
Aku masih bingung, ku beranikan diri untuk nanya pada sepupuku, Elika. Jantungku tersentak, air mata pun mengalir. Kakek…… dia telah pindah. Pindah ke dunia lain dan pergi untuk selamanya. Ya…… dia meninggal. Waktu liburan semester pun habis, aku dan keluarga kembali pulang dan beraktifitas seperti biasa.     
      
Memang, aku tak ingin membuat kecewa sahabatku. Mereka udah bersusah payah luangin waktu untuk ngumpul,

Tapi aku gak bisa memenuhi keinginan mereka. Malamnya aku bermimpi kalau Citra salah satu sahabatku datang dan menangis. Suaranya terdengar aneh. Ia berkata, bahwa aku tak usah menghubunginya dan tidak untuk bersahabat lagi dengannya. Lalu ia tersenyum, dan memintaku untuk tidak melupakan semua kenangan serta meluangkan waktu untuk ngumpul bersama sahabat yang lain walaupun tanpa dia. Tiba-tiba aku mendengar suara azan.

Aku pun terbangun dari tidur dan bersiap ke sekolah. Sesampainya di sekolah, aku masih teringat tentang mimpiku itu. Ketika bel pulang sekolah berbunyi, aku segera melangkahkan kaki untuk pulang.
 Sesampainya di rumah, aku mendapat sebuah bingkisan. Bingkisan itu, berisi foto-foto kami, jam tangan, buku harian Citra, serta sepucuk surat dari sahabat-sahabatku. Aku tau itu tulisan Dinda yang mengatas namakan "The FIS". Itu nama dari klub persahabatan kami.

Sekali lagi air mata ini mengalir dan aku histeris. Citra….., ia pergi tanpa bertemu aku. Akhirnya aku mengerti arti mimpiku itu, itu benar Citra yang datang. Saat terakhir kalinya kami bertemu. Walau hanya dalam mimpi, aku merasa puas masih bisa melihatnya untuk terakhir kalinya.
Semenjak itu, di setiap hari Sabtu kami mengunjungi rumah baru Citra di taman pemakaman umum. Yang dapat ditempuh dengan jarak 4 km. Jujur sampai tadi malam aku belum berani membuka bahkan membaca buku harian Citra. Tapi sore ini diiringi dengan rintik hujan, aku beranikan diri untuk membuka dan membaca kata demi kata yang ditulisnya.

Sungguh aku tak menyangka ia terkena penyakit leukimia, karna ia tak pernah menceritakannya pada kami. Tapi dibalik itu semua aku

Merasa sedikit senang. Ternyata aku orang yang membuatnya bersemangat untuk hidup dan aku juga orang yang paling berkesan baginya.

Disetiap lembaran bukunya, tak pernah namaku untuk ketinggalan, selalu saja ada aku. Dan dihalaman paling terakhirnya, ia berkata, ia tak ingin aku melupakannya. Dan ia sangat rindu padaku hingga ingin bertemu. Dari hatiku yang paling dalam, diantara para sahabatku memang Citra lah orang yang pertama kali ingin ku temui. Karena ia lah orang yang paling dekat denganku dan aku juga rindu padanya.
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)