Provinsi  Riau terbentuk tahun 1957 dengan Tanjung pinang sebagai ibukota  sementara. Dikemudian hari ibukota Riau dipindah ke Pekanbaru. Tokoh  yang menduduki jabatan gubernur Riau pertama adalah S.M. Amin.
Pasca keruntuhan Kerajaan Sriwijaya, di  Riau muncul beberapa kerajaan. Salah satu kerajaan besar adalah  Kerajaan Malaka yang didirikan oleh Prameswara pada awal abad ke 14.  Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaannya pada era pemerintahan Sultan  Muhammad Iskandar Syah pada awal abad ke 15. Kejayaan Malaka ini tidak  lepas dari peran panglima angkatan lautnya, yaitu, Laksamana Hang Tuah.
Kekuasaan Kerajaan Malaka berakhir  tanggal 10 Agustus 1511. ketika itu, Ketika itu, Malaka ditaklukan oleh  Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque. Sultan Mahmud Syah I  yang berhasil menyelamatkan diri dari gempuran Portugis kemudian  membangun kerajaan baru di Bintan. Kerajaan Melayu ini mewarisi  kekuasaan Kerajaan Malaka yang meliputi Kelantan, Perak, Trenggano,  Pahang, Johor, Singapura, Bintan, Lingga, Inderagiri, Kampar, Siak, dan  Rokan.
Setelah merasa kuat, Sultan Mahmud Syah  I merencanakan untuk melancarkan serangan balasan terhadap Portugis di  Malaka. Dia kemudian melancarkan serangan berturut-turut tahun 1515,  1516, 1519, 1523, dan 1524. namun semua serangan tersebut tidak berhail  menggoyahkan pertahanan Portugis. Bahkan kemudian Portugis melancarkan  serangan balasan tahun 1526 dan berhasil menguasai Bintan.
Sultan Mahmud Syah I meninggal dunia  tahun 1528 di Pekantua. Posisinya digantikan oleh putranya, yaitu,  Sultan Alauddin Riayat Syah II. Dia melanjutkan kebijakan ayahnya dalam  menyikapi penjajah. Pada masa kekuasaannya terjadi banyak peperangan  melawan Portugis. Berbagai peperangan tersebut menelan korban jiwa yang  tidak sedikit.
Selain itu, Kerajaan Melayu juga  terlibat dalam beberapa kali pertempuran melawan Kerajaan Aceh. Hubungan  anrata Melayu dan Aceh semakin memanas ketika Melayu menjalin kerjasama  dengan Belanda untuk menghancurkan Portugis di Malaka. Permusuhan  antara kedua kerajaan tersebut berlangsung sampai Aceh mulai surut  sepeninggal Sultan Iskandar Muda yang meninggal dunia tahun 1636.
Setelah itu, kekuatan Kerajaan Melayu  terpusat untuk menghancurkan Portugis di Malaka. Pada bulan Juni 1640,  Kerajaan Melayu yang bekerjasama dengan Belanda melakukan penyerangan  terhadap Portugis di Malaka. Portugis kalah pada bulan Januari 1641.
Hubungan baik Kerajaan Melayu dengan  Belanda berlangsung sampai tahun 1784. Tanggal 30 Oktober 1784, Kerajaan  Melayu diserang Belanda dan ditaklukkan. Kerajaan Melayu kemudian  mengakui kekuasaan Belanda, mulailah era kolonialisme di Keranaan  Melayu.
Sebagai mana daerah lain di Indonesia,  di Riau terjadi berbagai perlawanan bersenjata terhadap kolonialisme.  Perlawanan besar dilakukan rakyat di daerah Rokan di bawah pimpinan  Tuanku Tambusai (1820-1839). Sebelum berjuang melawan Belanda di Rokan,  Tuanku Tambusai berjuang dalam perang Padri, bersama-sama gurunya,  yaitu, Tuanku Imam Bonjol. Namun tuanku Tambusai tidak berhasil  menghancurkan kekuatan Belanda. Dia kemudian menyingkir ke Malaka dan  menetap di daerah Seremban.
Selain tuanku Tambusai, masih banyak  tokoh lain yang mengobarkan perlawanan rakyat terhadap kolonoalisme  Belanda. Namun semua perlawanan tersebut dapat dipatahkan Belanda.  Beberapa tokoh yang memimpin perlawanan rakyat adalah Panglima Besar  Sulung yang memimpin perlawanan rakyat Retih tahun 1857, Datuk Tabano di  Muara Mahat (1898), dan Sultan Zainal Abidin di Rokan (1901-1904).  Setelah berbagai perlawanan tersebut dapat diredam, Belanda semakin  menancapkan kekuatannya di Riau.
Awal abad ke 20 merupakan era munculnya  semangat nasionalisme. Tahun 1916 berdiri Serikat Dagang Islam di  Pekanbaru, didirikan oleh Haji Muhammad Amin. Tahun 1930 berdiri Serikat  Islam di Rokan Kanan, didirikan oleh H.M. Arif. Setelah itu muncul  beberapa organisasi lain seperti Muhammadiyah.
Tahun 1942, Jepang masuk dan menguasai  daerah Riau. Di era penjajahan Jepang ini, rakyat semakin sengsara  karena seluruh kegiatan rakyat ditujukan untuk mendukung peperangan yang  sedang dilancarkan Jepang di seluruh Asia Pasifik. Hasil pertanian  rakyat dirampas dan penduduk laki-laki banyak yang dijadikan romusha.
Kabar tentang proklamasi kemerdekaan  sampai ke Riau tanggal 22 Agustus 1945, namun teks lengkapnya baru  sampai ke Pekanbaru seminggu kemudian. Meskipun sudah mengatehui dengan  pasti perihal kemerdekaan, namun rakyat Riau tidak berani langsung  menyambutnya. Hal ini karena tentara Jepang masih lengkap dengan  senjatanya dan belum adanya pelopor yang meneriakan kemerdekaan.  Baru  pada tanggal 15 September 1945, para pemuda yang tergabung dalam  Angkatan Muda PTT berinisiatif untuk menyuarakan kemerdekaan, sejak hari  tiu, pekik kemerdekaan terdengan diseluruh pelosok Riau.
Di awal kemerdekaan, Riau tidak  langsung menjadi provinsi, melainkan menjadi bagian dari provinsi  Sumatera. Pada saat Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi, yaitu,  Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan, Riau menjadi  bagian dari Sumatera Tengah. Baru pada tahun 1957, status Riau meningkat  menjadi Provinsi.: Pustaka
-min.png) 

 
-min.png)