Bumi,
 sebagai salah satu planet dalam susunan Tata Surya boleh dikatakan 
tidaklah terlalu besar bila dibandingkan dengan planet lain. Bumi yang 
hanya memiliki garis tengah sekitar 11 ribu kilometer hanya sedikit 
lebih besar dari  Venus, maupun Mars. Tetapi bumi memiliki keunikan 
tersendiri. Sang Pencipta, menciptakan bumi berbeda dengan planet 
lainnya. Planet yang dari jauh kelihatan kebiru-biruan ini memang khusus
 dirancang untuk kehidupan makhluk. Planet ini memiliki lapisan atmosfer
 untuk menahan radiasi matahari langsung ke bumi. Ia juga berfungsi 
sebagai pencegah benda-benda asing untuk tidak jatuh langsung ke bumi. 
Kemudian permukaannya yang sebagian besar (70%) merupakan air 
memungkinkan bumi semakin nyaman untuk ditempati. Tidak itu saja, di 
darat dan di dalam lautnya hidup berbagai jenis fauna dan flora yang 
memberikan kontribusi besar terhadap kehidupan manusia. Tumbuhan  
merupakan penyumbang terbesar oksigen, yaitu suatu zat yang dibutuhkan 
makhluk hidup untuk bernafas dapat dengan mudah tumbuh di hampir seluruh
 permukaannya. Makhluk hidup ini juga dapat berfungsi sebagai 
katalisator ketika makhluk hidup lain mengeluarkan zat karbon dioksida 
dengan menyerapnya untuk melakukan proses fotosintesis. Di samping itu, 
makhluk hidup ini juga sebagiannya merupakan sumber bahan makanan bagi 
manusia. 
Bumi
 juga memiliki bahan-bahan berharga yang dapat diperoleh di dalam 
perutnya. Melalui proses tertentu manusia dapat menemukan bahan-bahan 
tambang seperti minyak, emas, bauksit, batubara, tembaga, besi, dan 
sebagainya.
Kesemuanya
 ini, kalau kita perhatikan memang telah dirancang sedemikian rupa untuk
 memudahkan; memberikan kebahagiaan dan kedamaian bagi manusia.
Namun,
 seiring dengan perkembangan dan kemajuan yang diraih manusia, ekosistem
 bumi sedikit demi sedikit mulai terusik. Dengan berbagai alasan 
misalnya, manusia baik secara langsung maupun tidak langsung; disadari 
atau tidak telah merusak tatanan  tersebut. Hal ini ditandai dengan 
kegiatan-kegiatan manusia seperti peperangan yang terjadi di mana-mana, 
industrialisasi yang kurang bertanggung jawab, penebangan dan pembakaran
 hutan untuk bahan-bahan industri, perkebunan dan pemukiman baru, 
pencemaran air dan udara oleh limbah industri dan rumah tangga, 
pemusnahan terumbu karang di laut, konversi berbagai jenis tanaman yang 
kurang bersahabat dengan alam, pendirian gudung-gedung bertingkat yang 
melahirkan efek rumah kaca, emisi gas karbon dari berbagai aktivitas 
industri dan kendaraan bermotor yang berlebihan, dan sebagainya 
merupakan kegiatan-kegiatan nyata bagi mempercepat proses kerusakan 
lingkungan. 
Pada
 prinsipnya, kerusakan lingkungan dapat ditanggulangi dengan baik. 
Misalnya hutan, hutan adalah salah satu faktor ekologi dalam sistem 
tatanan kehidupan. Hutan melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan
 oksigen (O2)
 yang kita perlukan untuk bernafas. Apabila proses fotosintesis terhenti
 atau menurun dengan drastis karena hutan atau tumbuhan pada umumnya 
habis atau berkurang, maka kandungan oksigen dalam udara akan menurun 
dan kehidupan kita akan terganggu. Hutan juga mempunyai fungsi 
Hidro-orologi, yaitu melindungi tata air dan tanah dari erosi. Selain 
itu, hutan menjadi sebuah habitat untuk kelangsungan flora dan fauna. Kerusakan hutan akan mengakibatkan rusaknya tata air dan terjadinya erosi pada tanah. 
Dari
 uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa hutan berpengaruh vital pada 
kelangsungan hidup manusia. Tidak itu saja, menipisnya ozon di atmosfer 
yang melindungi kita dari sinar ultra-violet bergelombang pendek dan 
terjadinya pemanasan global serta terjadinya perubahan iklim pada bumi 
merupakan contoh lain dari rusaknya fungsi ekologi lingkungan hidup 
kita. Bila kita tinjau lebih dalam, maka masalah yang tengah kita hadapi
 adalah bagaimana cara agar hutan dan kelangsungan ekosistem yang ada 
tidak semakin parah dan bagaimana melakukan recovery  ataupun 
reboisasi  sebagaimana mestinya. Hutan-hutan yang kurang produktif dan 
lahan-lahan terbiar dapat ditanami dengan berbagai jenis tanaman yang 
berfungsi sebagai penghijauan yang dapat mengurangi zat karbondioksida 
(CO2) yang merupakan biang dari pemanasan global, satu hal indikasi kerusakan alam lain yang ada. 
Mangatasi berbagai persoalan tersebut diperlukan adanya komitmen bersama antara kita sebagai makhluk bumi. Pertama, adanya kesadaran bersama dari semua elemen terutama pihak indusrti pengolah kayu (logging) untuk melakukan recovery terhadap hutan-hutan yang telah difungsikan. Kemudian dapat juga dengan cara mendaur ulang (recycling) kembali limbah-limbah yang tidak terpakai dengan cara perusahaan menampung kembali berbagai produknya untuk diolah kembali; kedua, pola kemitraan dengan masyarakat dalam proses penghijauan lingkungan. Konsep
 kerjasama ini tidak jauh beda dengan konsep daur ulang. Hanya saja, 
dalam konsep ini perusahaan sebagai penyedia bahan dan masyarakat 
sebagai pengembang. Maksudnya, sebuah perusahaan industri pengolah kayu 
menyediakan bibit kayu seperti meranti, punak, ekaliptus, akassia  dll, 
untuk ditanam dilahan  kosong milik masyarakat setempat. Bila kayu 
(pohon) tersebut telah mencapai usia yang telah ditentukan, maka akan 
dijual kepada perusahan tersebut dan kayu yang telah dijual, diganti 
lagi dengan bibit kayu yang baru. Selain kita dapat mengurangi 
deforestrasi, hal ini juga dapat menguntungkan masyarakat dan perusahaan
 tanpa merusak hutan; ketiga, suatu perusahan pengolah kayu tidak menampung kayu-kayu illegal dari pihak ketiga maupun dari perusahaan lain; keempat,
 melakukan pemanfaatan kayu untuk menghemat pemakaian kayu terlalu 
berlebihan. Maksudnya, bahan yang dipergunakan tidak hanya batangnya 
saja tetapi ranting dan daunnya juga diolah menjadi bubur kertas; kelima, mengkonversi
 tamanam akasia kedalam tanaman khusus Indonesia. Hal ini perlu 
dipertimbangkan karena  tanaman ini mengindikasikan dapat merusak unsur 
hara yang terdapat pada tanah.. Selain itu tanaman akasia juga sangat 
kering dan susah beradaptasi dengan flora dan fauna yang terdapat pada 
sekelilingnya. Tumbuhan yang dapat hidup di sekelilingnya hanyalah 
adalah alang-alang dan belukar; keenam, bahwa untuk mengurangi 
kerusakan lingkungan yang semakin parah terutama pada ekosistem sungai 
diperlukan ada komitmen dan pertisipasi masyarakat yang berhuni 
disekitar pinggiran sungai untuk tidak menebangi pohon bakau yang berada
 di pinggiran sungai dan melestarikan hutan bakau yang berada di sejajar
 pinggiran sungai. Sebab, pohon bakau sangat berpengaruh vital dalam 
ekosistem sungai. Tidak itu saja, pohon bakau dapat juga  mencegah 
pengikisan pesisir sungai (abrasi) semakin parah; ketujuh, bahwa
 untuk mengurangi dampak pemanasan global, juga perlu dilakukan 
pengurangan-pengurangan pembangunan rumah-rumah kaca, dengan mengadopsi 
kembali pola “back to nature” di samping tentu pengurangan 
pemanfaatan kenderaaan bermotor guna mengurangi gas atau emisi 
karbon-dioksida. Ataupun perusahaan sudah seyogyanya berpikir bahwa 
penanggulangan limbah-limbah industrinya baik limbah padat, cair, maupun
 gas bukanlah sebagai investasi sia-sia melainkan justeru investasi yang
 akan menjadikan perusahaan yang bersangkutan untuk tetap bisa survive ke depan; kedelapan, pada
 kesempatan ini penulis juga menyarankan bahwa partisipasi masyarakat 
terhadap pelestarian lingkungan juga sangat penting. Hal ini tidak hanya
 sekedar semboyan-semboyan belaka; tetapi dapat dimulai dari hal-hal 
yang kecil-kecil dengan membiasakan perilaku hidup sehat seperti 
membuang sampah pada tempatnya, penghijauan di sekitar lingkungan rumah;
 tidak membakar hutan; limbah rumah tangganya dijadikan kompos; tidak 
membuang sampah ke sungai; dan lain sebagainya.    
Bila
 usaha-usaha ini dapat dijalankan, kemungkinan besar kita dapat 
memperkecil kerusakan lingkungan; mengurangi pemanasan global, dan 
menjadikan bumi lebih nyaman untuk di huni. Dan suatu hal yang harus di 
ingat bahwa pelestarian alam ini adalah tanggung jawab kita semua; 
masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah dan ini adalah suatu “condition sine quanon” 
 sesuatu yang harus kita lakukan, terlepas suka atau tidak suka, mau 
atau tidak mau, senang ataupun tidak senang terhadap keadaan ini. Bahwa 
bumi kita ini bukanlah milik kita, tetapi hak dari anak cucu kita 
bersama. Semoga. By : Hylda Khairah Putri...(hkp)
-min.png) 

 
-min.png)